Sabtu, 28 April 2012

Papan Tulis


Seperti papan tulis, kita bisa menggoreskan apa saja di atasnya, tanda, kata, angka, gambar atau kosong sekalipun. Sama halnya dengan hidup, kau bisa pilih untuk berjalan, berbelok, bernyanyi, menari, duduk-duduk di taman, mendengarkan cerita, bercerita, melompat-lompat atau sekedar diam saja tanpa kata.


Apa yang akan kau goreskan dalam papan tulismu? hidupmu?




*foto diatas adalah foto yang saya ambil dalam sebuah pameran (Re.Claim) di Galeri Nasional, Jakarta, dan karya dalam foto tersebut bukan milik saya, karya tersebut adalah salah satu karya yang di pamerkan dalam pameran tersebut*

Rabu, 18 April 2012

Sebuah Cara Berpisah

Sejak pertemuan hari itu, pertemuan pertama kami, kami jadi berteman cukup baik, tidak seperti sahabat memang, dan ketidakpastian-status-pertemanan itu bukan hanya karena bahasa kita saja yang tidak sama, namun kupikir, juga karena sikap acuh tak acuh kita yang sepertinya memang mengakar dalam diri masing-masing.

Aku tak menampik kita saling menyayangi satu sama lain, kita cukup dekat, setidaknya bagiku, aku mungkin bukan pembaca hati yang baik, namun gelagatnya-yang terkadang manja, membuatku sedikit yakin Ia juga menyimpan rasa yang sama.

Atas dasar rasa itu aku mencemaskannya akhir-akhir ini, sejak Ia tiba-tiba saja menghilang dari pandangan mataku. Hari-hariku.

Sebelum Ia benar-benar tak bisa kutemui, kira-kira beberapa hari sebelum Ia menghilang, aku memang tak cukup sering melihatnya, Ia jarang pula berkunjung ke rumah kecilku-tempat dimana kita acap bertemu dan menghabiskan waktu bersama, hanya satu-dua kali saja seingatku aku melihatnya, itu pun Ia tidak menyapa, Ia hanya datang untuk sedikit minum, lalu kemudian beranjak pergi lagi dan yang kuingat pula, Ia tampak tak sehat dengan langkahnya yang seperti orang mabuk itu. Ya, dia tampak tak baik. Tak seperti biasanya.

Hampir setahun berteman dengannya aku kira aku paham tentang kebiasaannya, baik-buruknya, tentang Ia yang malas mandi, tentang Ia yang suka seenaknya saja tidur di kasurku, sampai pada yang satu ini, tentang kebiasaannya yang lebih memilih menjauh di saat Ia sedang tampak tak sehat. Mungkin menjauh bukan kata yang tepat, Ia mendadak sulit ditemui, Ia menghilang-seperti saat ini. Sampai tahu-tahu beberapa hari kemudian Ia kembali lagi sudah dalam kesehatan yang lebih baik.

Kebiasaanya yang terakhir ini yang cukup mengganggu dan mengherankanku, kami memang tak berbicara pada bahasa yang sama, namun untuk urusan ini, aku sudah mencoba berulang-ulang berbicara dengannya dalam bahasa yang kupikir Ia bisa pahami, segala cara kucoba, semua kemungkinan-kemungkinan yang lain kucoba, namun entah, sepertinya Ia tak mengerti, Ia semakin acuh saja, bahkan tak jarang meninggalkanku dalam keadaanku yang sedang menceramahinya.

Seperti yang kubilang sebelumnya, badannya memang sudah tampak layu saat terkahir aku melihatnya, aku menduga sepertinya kali ini kondisinya mungkin tidak lebih baik dari saat Ia menghilang dahulu dan penyakit ini sepertinya bukan penyakit yang biasa saja pula, karena sampai detik ini Ia tak juga kembali, Ia tak kunjung menjumpaiku..

Seminggu sudah, waktu terlama kita tak menghabiskan waktu bersama, waktu terlama Ia menghilang, pergi..

Aku pernah dengar tentang pedihnya perpisahan dan sebagian orang yang lebih memilih menghindarinya, menghindari perpisahan, menghindari menelanjangi kelemahan diri di depan sesamanya.

Dan jika itu adalah alasannya...sebuah perpisahan yang bijak dari seorang teman spesial yang pernah ku kenal.



*cerita ini terinspirasi dari kucing-kucingku yang mati dalam kesendiriannya*