Rabu, 12 Oktober 2011

Angin Perubahan

Setelah coba menyelami dunia fotografi selama 3 tahun akhirnya saya dapat kesempatan mengikuti sekolah fotografi untuk pertama kalinya. Kegiatan yang berhasil menyibukkan para pemalas biasanya ujung-ujungnya bakal nerima nasib sebagai kambing hitam dari segala kelelahan atau rasa kantuk si pemalas.

Percayai bahwa ini tidak, seperti ketika kesempatan bertukar bahasa dengan keindahan berupa wanita datang menghampiri, kau tak boleh menyia-nyiakannya. Lagi pula kedisiplinan, ujian akan seberapa kuatnya impian saya untuk hidup di jalan seni visual ini memang sesuatu yang sangat saya inginkan, setidaknya saat ini.

Nama sekolah ini Kelas Pagi dan Anton Ismael adalah orang yang berada dibelakang gerakan sosial ini. Saya dan teman-teman tentu sangat bersyukur karena Sang Pencipta waktu telah mempertemukan kami dengan seorang anak manusia berhati mulia seperti Beliau. Seseorang yang memiliki ketulusan dalam hatinya, ketulusan yang sering saya tuntut pada kehidupan, satu jalan putih yang saya sendiri kadang ragu apakah pernah saya jejaki.

"The camera is an instruments that teaches people how to see without camera", begitu kata Dorothea Lange, sekarang mungkin saya mengerti maksudnya jika melihat sosok seperti Pak'e. Jelas, pertemuan saya dengan Beliau dan Kelas Paginya benar-benar membuka sebuah cakrawala baru, membuka jendela pemikiran saya yang masih bergerak polos ini tentang angin perubahan, tentang angin perubahan yang tak akan berhembus jika tidak dimulai dari nafas kita sendiri.

Dalam film penuh pencerahan, The Shawshank Redemption, tokoh bernama Andy Dufresne dalam satu scenenya pernah berujar "there are places in this world that aren't made out of stone. That there's something inside... that they can't get to, that they can't touch. That's yours.", Sesuatu ini jika saya tafsir sama halnya dengan apa yang diucap Ibu Guru saya ketika di sekolah dulu, "dalam keadaan sesulit apapun ada suatu saat dimana yang perlu kamu dengar adalah suara di hati terdalammu".

Kita tentu pernah berpikir waktu ada kalanya terasa begitu mengalir dan dihiasi dengan rona-rona kebahagiaan namun tak jarang pula terasa lambat dan berat, bagai memikul batu di tengah gurun pasir yang entah dimana ujungnya. Segala kealpaan manusia bisa tiba-tiba hadir diselanya tanpa bisa kita sadari ketika ia mulai merambat, justru ketika semua telah lewat semua terasa begitu segar dalam ruang pikir kita, lalu hadir sesal atau justru acuh dan berulang.

Oh iya, medio Agustus kemarin saya dan teman-teman Kelas Pagi Jakarta kelompok 3 diminta beliau untuk menyelenggarakan sebuah Pameran Fotografi, Beauty is Pain(T), satu pameran foto dengan menggunakan tehnik cetak saltprint (1840) yang mengangkat tema tentang Citra dan eksistensi manusia.Satu pengalaman baru bagi sebagian dari kami.

Ini dia satu karya foto saya yang ikut serta di dalamnya..  Salam.



*Kalau kalian ingin tahu lebih dalam soal Kelas Pagi kalian bisa lihat disini --> Blogspot dan Twitter

1 komentar:

  1. Keren tuh potonya broer, ntah konsep apa tuh, pokoe nyusmak :)). Pgn menimba ilmu jg nih dari pak Ismael, mudah² ntar nyangkut d jkt jg.
    (*blog gw msh draft acakan nih broer, msh dikonsep topiknya, klo berkenan nglirik dikit, monggo :))

    BalasHapus